SERANGAN-SERANGAN TIMUR LENK - MASA KEMUNDURAN (1250 1500 M) - Sejarah Peradaban Islam [SPI Badri Yatim]

Sejarah Peradaban Islam [SPI Badri Yatim] - SERANGAN-SERANGAN TIMUR LENK - MASA KEMUNDURAN (1250 1500 M) | Setelah lebih dari satu abad umat Islam menderitadan berusaha bangkit dari kehancuran akibat serangan mongol dibawah Hulagu Khan, malapetaka yang tidak kurang dahsyatnya datang kembali, yaitu serangan yang juga dari keturunan bangsa Mongol

SERANGAN-SERANGAN TIMUR LENK - MASA KEMUNDURAN (1250 1500 M) - Sejarah Peradaban Islam [SPI Badri Yatim]

Berbeda dari Hulagu Khan dan keturunannya pada dinasti Ilkhan, penyerang kali ini sudah masuk Islam, tetapi sisa-sisa kebiadaban dan kekejaman masih melekat kuat. Serangan itu dipimpin oleh Timur Lenk, yang berarti Timur si Pincang. Sang penakluk ini lahir dekat Kesh (sekarang Khakhrisyabz, kota hijau, Uzbekistan), sebelah selatan Samarkand di Transoxiana, pada tanggal 8 April 1336 M/25 Sya’ban 736 H, dan meninggal di Otrar pada tahun 1404 M. Ayahnya bernama Taragai, kepala suku Barlas, keturunan Karachar Noyan yang menjadi menteri dan kerabat Jagatai, putra Jengis Khan. Suku Barlas mengikuti Jagatai mengembara ke arah barat dan menetap di Samarkand. Taragai menjadi gubernur Kesh. Keluarganya mengaku keturunan Jengis Khan sendiri. 


Sejak usia masih sangat muda, keberanian dan keperkasaannya yang luar biasa sudah terlihat. Ia sering diberi tugas untuk menjinakkan kuda-kuda binal yang sulit ditunggangi dan memburu binatang-binatang liar. Sewaktu berumur 12 tahun, ia sudah terlihat dalam banyak peperangan dan menunjukkan kehebatan serta keberanian yang mengangkat dan mengharumkan namanya di kalangan bangsanya. Akan tetapi, baru setelah ayahnya meninggal, sejarah keperkasaannya bermula. Setelah Jagatai wafat, masing-masing Amir melepaskan diri dari pemerintahan pusat. Timur Lenk mengabdikan diri pada gubernur Transoxiana, Amir Qazaghan. Ketika Qazaghan meninggal dunia, datang serbuan dari Tughluq Temur Khan, pemimpin Moghulistan, yang menjarah dan menduduki Transoxiana. 

Timur Lenk bangkit memimpin perlawanan untuk membela nasib kaumnya yang tertindas. Tughluq Temur setelah melihat keberanian dan kehebatan Timur, menawarkan kepadanya jabatan gubernur di negeri kelahirannya. Tawaran itu diterima. Akan tetapi; setahun setelah Timur Lenk diangkat menjadi gubernur, tahun 1361 M, Tughluq Temur mengangkat putranya, Ilyas Khoja menjadi gubernur Samarkand dan Timur Lenk menjadi wazirnya. Tentu saja Timur Lenk menjadi berang. Ia segera bergabung dengan cucu Qazaghan, Amir Husain, mengangkat senjata memberontak terhadap Tughluq Temur. 


Timur Lenk berhasil mengalahkan Tughluq Temur dan Ilyas Khoja. Keduanya dibinasakan dalam pertempuran. Ambisi Timur Lenk untuk menjadi raja besar segera muncul. Karena ambisi itulah ia kemudian berbalik memaklmkan perang melawan Amir Husain, walaupun iparnya sendiri. Dalam pertempuran antara keduanya, ia berhasil mengalahkan dan membunuh Amir Husain di Balkh. Setelah itu, ia memproklamirkan dirinya sebagai penguasa tunggal di Transoxiana, pelanjut Jagatai dan turunan Jengis Khan, pada 10 April 1370 M. Sepuluh tahun pertama pemerintahannya, ia berhasil menaklukkan Jata dan Khawarizm dengan sembilan ekspedisi. 

Setelah Jata dan Khawarizm dapat ditaklukkan, kekuasaannya mulai kokoh. Ketika itulah, Timur Lenk mulai menyusun rencana untuk mewujudkan ambisinya menjadi penguasa besar dan berusaha menaklukkan daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Jengis Khan. Ia berkata, Sebagaimana hanya ada satu Tuhan di alam ini, maka di bumi seharusnya hanya ada seorang raja.

Pada tahun 1381 M, ia menyerang dan berhasil menaklukkan Khurasan. Setelah itu, serbuan ditujukan ke arah Herat. Di sini ia juga keluar sebagai pemenang. Ia tidak berhenti sampai di situ, tetapi terus melakukan serangan ke negeri-negeri lain dan berhasil menduduki negeri-negeri di Afghanistan, Persia, Fars, dan Kurdistan. 


Di setiap negeri yang ditaklukkannya, ia membantai penduduk yang melakukan perlawanan. Di Sabzawar, Afghanistan, bahkan ia membangun menara, disusun dari 2000 mayat manusia yang dibalut dengan batu dan tanah liat. Di Isfahan, Iran, ia membantai lebih kurang 70.000 penduduk. Kepala-kepala dan mayat-mayat itu dipisahkan dari tubuhnya dan disusun menjadi menara. Dari sana ia melanjutkan ekspansinya ke Irak, Syria, dan Anatolia (Turki). Tahun 1393 M, ia menghancurkan dinasti Muzhaffari di Fars dan membantai amir-amirnya yang masih hidup. 

Pada tahun itu pula, Baghdad dijarahnya dan setahun kemudian, ia berhasil menduduki MeSOpotamia. Penguasa Baghdad waktu itu, Sultan Ahmad Jalair, melarikan diri ke Syria. Ia kemudian menjadi Vassal dari Sultan Mesir, Al-Malik Al-Zahir Barquq. Penguasa dinasti Mamalik yang berpusat di Mesir ini adalah satu-satunya raja yang tidak mau dan tidak berhasil ditundukkannya. Utusan utusan Timur Lenk yang dikirim ke Mesir untuk perjanjian damai, sebagian dibunuh dan sebagian lagi diperhinakan, kemudian disuruh pulang ke Timur Lenk. 

Mesir, sebagaimana pada masa serangan serangan Hulagu Khan, kembali selamat dari serangan bangsa Mongol. Karena Sultan Barquq tidak mau mengekstradisi Ahmad Jalair yang berada dalam perlindungannya, Timur Lenk kemudian melancarkan invasi. ke Asia Kecil menjarah kota-kota Edessa, Takrit, Mardin, dan Arnid. Di Takrit, kota kelahiran Salah Al-Din Al-Ayyubi, ia membangun sebuah piramida dari tengkorak kepala korban-korbannya. 

Pada tahun 1395 M ia menyerbu daerah Qipchak, kemudian menaklukkan Moskow yang didudukinya selama lebih dari setahun. Tiga tahun kemudian, ia menyerang India. Konon, alasan penyerbuannya adalah karena ia menganggap penguasa muslim di daerah ini terlalu toleran terhadap penganut Hindu. Ia sendiri berpendapat, semestinya penguasa Muslim itu memaksakan Islam kepada penduduknya. Di India ia membantai lebih dari 80.000 tawanan. Dalam rangka pembangunan mesjid di Samarkand, ia membutuhkan batu-batu besar. Untuk itu, 90 ekorgajah dipekerjakan mengangkat batu-batu besaritu dari Delhi ke Samarkand. 

Setelah fondasi masjid dibangun, tahun 1399 M, Timur Lenk berangkat memerangi Sultan Mamalik di Mesir yang membantu Ahmad Jalair, penguasa Mongol di Baghdad yang lari ketika ia menduduki kota itu sebelumnya dan memerangi Kerajaan Usmani di bawah Sultan Bayazid I. Dalam perjalanannya itu, ia menaklukkan georgia. Di Sivas, Anatolia sekitar 4000 tentara Armenia dikubur hidup-hidup untuk memenuhi sumpahnya bahwa darah tidak akan tertumpah bila mereka menyerah. 

Pada tahun 1401 M, ia memasuki daerah Syria bagian utara. Tiga hari lamanya, Aleppo dihancurleburkan. Kepala dari 20.000 penduduk dibuat piramida setinggi 10 hasta dan kelilingnya 20 hasta dengan wajah mayat menghadap keluar. Banyak bangunan seperti sekolah dan mesjid yang berasal dari zaman Nuruddin Zanki dan Ayyubi dihancurkan. Hamah, Homs, dan Ba’labak berturut-turut jatuh ketangannya. Pasukan Sultan Faraj dari Kerajaan Mamalik dapat dikalahkannya dalam suatu pertempuran dahsyat, sehingga Damaskus, jatuh ke tangan pasukan Timur lenk pada tahun 1401 M. Akibat peperangan itu masjid Umayyah yang bersejarah rusak berat tinggal dinding-dindingnya saja yang masih tegak. Dari Damaskus para seniman ulung dan pekerja atau tukang yang ahli, dibawanya ke Samarkand. Ia memerintahkan ulama yang menyertainya untuk mengeluarkan fatwa membenarkan tindakan-tindakannya itu. 


Setelah itu, serangan dilanjutkan ke Baghdad. Ketika Baghdad berhasil ditaklukkan, ia melakukan pembantaian besar-besaran terhadap 20.000 penduduk sebagai pembalasan atas pembunuhan terhadap banyak tentaranya sewaktu mengepung kota itu. Di sini, seperti kebiasaannya, ia kemudian mendirikan 120 buah piramida dari kepala mayat-mayat sebagai tanda kemenangan. . 

Kerajaan Usmani, oleh Timur Lenk dipandang sebagai tantangan terbesar, karena kerajaan ini menguasai banyak daerah bekas imperium Jengis Khan dan Hulagu Khan. Bahkan, Sultan Bayazid, penguasa tertinggi kerajaan ini sebelumnya berhasil meluaskan daerah kekuasaannya ke daerah daerah yang sudah ditaklukkan oleh Timur Lenk. Karena itu Timur Lenk Sangat berambisi mengalahkan kerajaan ini.

la mengerahkan bala tentaranya untuk memerangi tentara Bayazid I Di Sivas terjadi peperangan hebat antara kedua pasukan itu. Timur Lenk keluar sebagai pemenang dan putra Bayazid I, Erthugrul, terbunuh dalam pertempuran tersebut. Pada tahun 1402 M, terjadi peperangan yang menentukan di Ankara. Tentara Usmani kembali menderita kekalahan, sementara Sultan Bayazid sendiri tertawan ketika hendak melarikan diri. Bayazid akhirnya meninggal dalam tawanan. 


Timur Lenk melanjutkan serangannya ke Broessa, ibu kota lama Turki, dan Smyma. Setelah itu, ia kembali ke Samarkand untuk merencanakan invasi ke Cina. Namun, di tengah perjalanan, tepatnya di Otrar, ia menderita sakit .yang membawa kepada kematiannya. Ia meninggal tahun 1404 M, dalam usia 71 tahun. Jenazahnya dibawa ke Samarkand untuk dimakamkan dengan upacara kebesaran. 

Sekalipun ia terkenal sebagai penguasa yang sangat ganas dan kejam terhadap para penentangnya, sebagai seorang Muslim Timur Lenk tetap memperhatikan pengembangan Islam. Bahkan dikatakan, ia seorang yang saleh. Konon, ia adalah penganut Syi'ah yang taat dan menyukai tasawuf tarekat Naqsyabandiyah. Dalam perjalanannya, ia selalu membawa serta ulama-ulama, sastrawan dan seniman. Ulama dan ilmuwan dihormatinya. Ketika berusaha menaklukkan Syria bagian Utara, ia menerima dengan hormat sejarawan terkenal, Ibnu Khaldun yang diutus Sultan Faraj untuk membicarakan perdamaian.

Kota Samarkand diperkayanya dengan bangunan-bangunan dan masjid yang megah dan indah. Di masa hidupnya, kota Samarkand menjadi pasar internasional, mengambil alih kedudukan Baghdad dan Tabriz. Ia datangkan tukang-tukang yang ahli, seniman-seniman ulung, pekerja-pekerja yang pandai, dan perancang-perancang bangunan dari negeri-negeri taklukannya; Delhi, Damaskus, dan lain-lain. Ia meningkatkan perdagangan dan industri di negerinya dengan membuka rute-rute perdagangan yang baru antara India dan Persia Timur. Ia berusaha mengatur administrasi pemerintahan dan angkatan bersenjata dengan cara-cara rasional dan berjuang menyebarkan Islam.  


Setelah Timur Lenk meninggal, dua orang anaknya, Muhammad Jehanekir dan Khalil, berperang memperebutkan kekuasaan. Khalil (1404-1405 M) keluar sebagai pemenang. Akan tetapi, ia hidup berfoya-foya menghabiskan kekayaan yang ditinggalkan ayahnya. Karena itu, saudaranya yang lain, Syah Rukh (14051447 M), merebut kekuasaan dari tangannya. 

Syah Rukh berusaha mengembalikan wibawa kerajaan. Ia seorang raja yang adil dan lemah lembut. Setelah wafat, ia diganti oleh anaknya Ulugh Bey (1447-1449 M), seorang raja yang alim dan sarjana ilmu pasti. Namun, masa kekuasaannya tidak lama. Dua tahun setelah berkuasa ia dibunuh oleh anaknya yang haus kekuasaan, Abd Al-Latif (14491450 M). Raja besar dinasti Timuriyah yang terakhir adalah Abu Sa’id (1452-1469 M). Pada masa inilah kerajaan mulai terpecah belah. Wilayah kerajaan yang luas itu diperebutkan oleh dua suku Turki yang baru muncul ke permukaan, Kara Koyunlu (domba hitam) dan Ak Koyunlu (domba putih). Abu Sa’id sendiri terbunuh ketika bertempur melawan Uzun Hasan, penguasa Ak Koyunlu.


Mau support lewat mana?

Terbantu dengan artikel ini? Ayo balas dengan Support Kami. Tekan tombol merah!
© ARMAILA.com. All rights reserved. Developed by Saifullah.id