Kisah ArmaiLa: Monetisasi Hilang dan Teguran YouTube

Advertisement

Penawaran Terbatas! Paket Data 25GB Hanya Rp 90.000


Dapatkan kuota besar 25GB untuk semua nomor AS, Loop, dan simPATI hanya dengan Rp 90.000, berlaku selama 30 hari! Internet lancar tanpa khawatir kehabisan kuota, cocok untuk streaming, gaming, dan browsing sepuasnya!

Aktifkan sekarang dan nikmati kebebasan internet!

Read More Beli Paket
Advertisement

Monetisasi Hilang! Kisah ArmaiLa, Palestina, dan Teguran YouTube yang Mengubah Segalanya

Kisah ArmaiLa Monetisasi Hilang dan Teguran YouTube

Pada tanggal 20 Oktober 2024, sesuatu yang tidak terduga terjadi. Channel YouTube saya, ArmaiLa, yang sudah saya bangun dengan kerja keras dan dedikasi sejak 18 Januari 2012 silam, tiba-tiba dismonetisasi hanya dalam hitungan menit setelah menerima teguran pertama terkait Pedoman Komunitas. Tidak ada peringatan, tidak ada kesempatan untuk berbicara atau mempertahankan diri. Hanya teguran yang datang secepat kilat—disusul email yang menghentikan semua pemasukan dari channel saya.

Semua ini dimulai ketika saya memutuskan untuk membuat sebuah video pendek. Video yang mungkin bagi sebagian orang hanya sekadar berisi musik dan gambar sederhana, tetapi bagi saya, itu adalah sebuah pesan solidaritas. Video itu saya buat dengan gambar yang penuh arti—“We Stand with Palestine”—dan diiringi oleh lagu Salaamun Min Banaadiqina, sebuah lagu yang menggetarkan hati dan penuh makna perjuangan.

Sebelum mengunggahnya di YouTube, video ini telah saya coba di platform lain. Siang harinya, saya mengunggahnya di Facebook, namun tak disangka, video itu langsung dihapus oleh Meta. Sementara itu, di WhatsApp Story, video ini berjalan dengan aman tanpa hambatan. Saya merasa aman untuk mencobanya di YouTube, dan memilih untuk mengatur visibilitasnya tidak publik, hanya untuk berjaga-jaga.

Namun, petang itu, tepat pukul 17.13, saya menerima email dari YouTube. Mereka mengatakan video saya melanggar kebijakan tentang “organisasi kriminal kekerasan.” Video yang bernada damai, yang niatnya adalah untuk mendukung rakyat Palestina, justru dianggap mendukung kekerasan. Saya terkejut. Bagaimana bisa pesan damai ini disalahpahami sedemikian rupa?

YouTube menyatakan bahwa video saya melanggar kebijakan, namun tidak memberikan teguran formal. Itu hanya peringatan. Namun, sebelum saya sempat bertindak atau bahkan memahami sepenuhnya situasinya, email kedua muncul dalam waktu 24 menit. Kali ini, mereka mengulangi alasan yang sama—melanggar pedoman terkait “organisasi kriminal kekerasan.”

Darah saya mendidih. Saya merasa seolah-olah sedang diserang dari berbagai sisi. Saya belum sempat melakukan apa pun, namun YouTube terus menyudutkan saya, memberi tahu bahwa konten yang saya buat adalah sebuah kesalahan besar. Rasanya seperti dunia digital ini sedang menghakimi niat tulus saya tanpa memberikan kesempatan untuk menjelaskan.

Setelah membaca email kedua, saya mencoba untuk tenang dan berusaha mencari solusi. Namun, belum sempat saya bernapas lega, email ketiga masuk tepat pukul 17.37. Kali ini, email tersebut berisi kabar yang jauh lebih menghancurkan: monetisasi channel ArmaiLa dihentikan!

Email tersebut menuduh bahwa saya melanggar kebijakan Program Partner YouTube karena “pelanggaran pedoman komunitas” atau “isu hak cipta.” Saya terdiam. Bagaimana bisa, hanya dengan satu peringatan, monetisasi channel saya langsung dihentikan? Tak ada kesempatan untuk memperbaiki, tak ada ruang untuk klarifikasi. Hanya peringatan yang dilayangkan tanpa ampun. Ini seperti hukuman mati untuk channel saya, yang sudah saya bangun dengan susah payah selama ini.

Perasaan saya campur aduk—antara frustrasi, marah, dan patah hati. Semua kerja keras saya, berjam-jam mengedit video, merencanakan konten, membangun komunitas, tiba-tiba terasa sia-sia. Rasanya seperti sebuah bangunan yang saya dirikan dengan susah payah, dihancurkan begitu saja oleh badai yang datang tiba-tiba.

Bukan hanya soal uang atau monetisasi yang hilang. Ini lebih dari itu. Ini soal bagaimana sebuah pesan damai, sebuah seruan dukungan untuk Palestina, bisa disalahartikan sebagai promosi kekerasan. Saya tahu bahwa platform seperti YouTube menggunakan algoritma dan otomatisasi untuk meninjau konten, tetapi di mana letak keadilan ketika niat baik kita dipatahkan oleh sebuah sistem yang tidak mampu memahami konteks?

Kini, saya dihadapkan pada pilihan sulit. Saya bisa mengambil pelatihan dan berharap bahwa teguran ini akan hilang dalam 90 hari, atau saya bisa mengajukan banding dengan risiko yang tidak pasti. Apa yang harus saya lakukan? Apakah banding saya akan dipahami? Atau saya hanya akan diabaikan seperti yang sudah terjadi sebelumnya?

Lebih dari sekadar kehilangan monetisasi, ini adalah cerita tentang bagaimana sebuah platform yang seharusnya menjadi tempat bagi kreativitas dan kebebasan berekspresi justru membatasi kita dengan pedoman yang kaku dan tak kenal kompromi. Saya ingin berbagi cerita ini, bukan hanya sebagai curahan hati, tetapi sebagai pengingat bahwa kita semua harus terus berjuang. Berjuang untuk pesan yang kita yakini, berjuang melawan sistem yang terkadang tidak berpihak pada kebenaran.

Untuk saat ini, saya mungkin kalah. Namun, perjuangan ini belum berakhir. Saya akan terus menyuarakan apa yang benar. Dan meskipun monetisasi channel saya hilang, semangat saya untuk mendukung keadilan tidak akan pernah padam.

- ArmaiLa

Advertisement

Postingan Terkait

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Iklan

Close x