Alasan Tembak Mati Pelaku Begal
Update 30 Juni 2025
Kisah Tragis: Tangisan Seorang Wanita di Tengah Eksekusi Begal Sadis
Di suatu masa lampau, di sebuah negeri yang kini hanya hidup dalam catatan sejarah, tersebutlah seorang raja yang dikenal keras dan tegas dalam menegakkan keadilan. Ia tidak ragu menjatuhkan hukuman mati kepada siapa pun yang melanggar hukum kerajaan. Suatu pagi yang kelabu, rakyat berkumpul di alun-alun untuk menyaksikan eksekusi tiga orang laki-laki yang dituduh melakukan perampokan disertai kekerasan—apa yang sekarang kita kenal sebagai begal sadis.
Ketiga pria itu dituduh telah melakukan pembegalan terhadap seorang pedagang kaya. Tidak hanya merampas harta korban, mereka juga menganiayanya hingga tewas. Karena kejahatan mereka dianggap sangat keji, raja memutuskan mereka harus dihukum pancung di depan publik sebagai peringatan bagi siapa saja yang mencoba melanggar hukum.
Ketika Tangisan Menghentikan Algojo
Ketika algojo mengangkat pedangnya, dan waktu seolah membeku di antara detik ketegangan, tiba-tiba terdengar suara tangisan histeris dari kerumunan. Seorang wanita muda menerobos barisan penjaga, berlari sambil meronta dan menjerit penuh duka. Air matanya mengalir deras. “Ampun, Paduka Raja!” teriaknya. “Jangan eksekusi mereka, salah satu dari mereka adalah...” Suaranya tercekat oleh tangis yang menyesakkan dada.
Sang Raja memberi isyarat agar algojo menghentikan eksekusi. Ia memerintahkan agar wanita itu dibawa ke hadapannya. “Siapa kau? Dan apa hubunganmu dengan ketiga pria ini?” tanya Raja dengan suara berwibawa.
Dengan tubuh gemetar dan suara terbata, wanita itu menjawab, “Salah satu dari mereka... adalah suamiku.”
Sebuah Pengakuan yang Menggetarkan
Raja terdiam sejenak. Penonton ikut terhening. Dalam detik-detik sunyi itu, wanita itu bercerita. Ia adalah istri dari pria pertama yang akan dihukum. Ia bercerita bagaimana kemiskinan mendera keluarga mereka, bagaimana sang suami yang dulunya jujur berubah menjadi nekat karena tidak bisa membayar utang dan membeli makanan untuk anak-anaknya. Dalam tekanan ekonomi, ia bergabung dengan dua pria lainnya—yang dikenal memiliki rekam jejak kriminal. Mereka merancang aksi pembegalan terhadap pedagang kaya demi bertahan hidup.
Penyebab Begal: Bukan Sekadar Kejahatan, Tapi Juga Jeritan Sosial
Cerita itu menggugah hati banyak orang. Memang, tindakan mereka tidak bisa dibenarkan. Namun, pengakuan sang istri memberi cahaya baru bagi sang Raja untuk memahami bahwa penyebab begal tidak selalu hitam putih. Banyak pelaku kejahatan bukan dilahirkan jahat, tetapi terjerumus karena desakan ekonomi, tekanan sosial, atau lingkungan yang buruk.
Kisah ini sangat relevan dengan berita begal motor hari ini yang marak terjadi di berbagai kota besar, termasuk di Medan. Banyak kasus pembegalan yang dilakukan oleh orang-orang yang kehilangan pekerjaan, tidak memiliki penghasilan tetap, atau bahkan anak-anak muda yang terpengaruh geng motor jalanan.
Begal Medan: Realita yang Mengkhawatirkan
Dalam beberapa bulan terakhir, kasus begal Medan mendominasi berita lokal dan nasional. Aksi mereka sangat kejam—menyerang pengguna motor yang melintas di jalanan sepi, bahkan tidak segan melukai atau membunuh korbannya. Dalam beberapa berita, disebutkan bahwa kelompok begal ini beranggotakan remaja usia 15–20 tahun. Kekejaman mereka mengingatkan pada kisah-kisah seperti dalam cerita ini. Apakah kita hanya akan mengecam dan menghukum, atau mencoba mencegah penyebabnya sejak awal?
Kepanjangan Begal: Bukan Sekadar Istilah
Sebagai informasi tambahan, banyak masyarakat masih belum mengetahui bahwa kepanjangan begal sebenarnya bukan istilah resmi. Kata "begal" berasal dari istilah Betawi untuk pencuri atau perampok jalanan. Namun kini, maknanya telah melebar menjadi pelaku kejahatan yang mengandalkan kekerasan di jalan, sering kali menggunakan senjata tajam untuk mengintimidasi atau melukai korban.
Pesan Moral dan Harapan
Raja akhirnya memutuskan untuk menunda eksekusi. Ia mengirim ketiga pria itu ke penjara untuk diselidiki lebih lanjut, dan memerintahkan menteri sosial kerajaan untuk mendata rakyat miskin dan mencarikan solusi ekonomi agar tidak semakin banyak yang terjerumus ke jalan kriminal. Wanita itu pun sujud syukur dan memeluk anak-anaknya yang telah ditinggalkan sang suami selama pelarian.
Kisah ini mengandung pesan yang kuat: bahwa keadilan harus disertai belas kasih, dan solusi jangka panjang tidak datang dari pedang algojo, tapi dari pemahaman atas akar masalah.
Begal Tertangkap Hari Ini: Haruskah Kita Selalu Bersorak?
Setiap kali kita membaca begal tertangkap hari ini di berita, hati kita sedikit lega karena satu bahaya telah hilang. Namun, apakah kita sadar bahwa untuk satu yang tertangkap, ada banyak yang masih berkeliaran? Dan lebih penting lagi, sudahkah kita menangani akar dari masalahnya?
Hukuman memang penting, tetapi pencegahan jauh lebih mulia. Pendidikan karakter, lapangan pekerjaan, perlindungan sosial—itulah yang akan menekan angka begal secara nyata, bukan hanya headline berita.
Penutup
Kisah ini bukan hanya dongeng masa lalu. Ia adalah cerminan dari realita hari ini—tentang keluarga yang kehilangan harapan, tentang penguasa yang harus memilih antara hukum dan hati nurani, tentang kita yang sering cepat menghakimi tapi lambat memahami.
Semoga cerita ini tidak hanya menjadi pengingat, tetapi juga panggilan bagi kita semua: untuk lebih peduli, lebih peka, dan lebih terlibat dalam menciptakan masyarakat yang adil dan manusiawi.