Saudaraku, Pilihan yang Tak Tergantikan
Saudaraku, Pilihan yang Tak Tergantikan
Di masa lalu, di sebuah kerajaan yang agung, hiduplah seorang raja yang dikenal tegas dan tak segan menjatuhkan hukuman mati bagi siapa pun yang melanggar hukum. Suatu hari, tiga orang pria dinyatakan bersalah dan akan dihukum pancung. Algojo telah bersiap. Pedang besar sudah diangkat tinggi. Suasana sunyi mencekam, hanya deru napas terdengar.
Namun tepat saat pedang hendak ditebaskan, terdengar jeritan memilukan dari seorang wanita. Ia berlari dari kejauhan sambil menangis, meronta-ronta, memanggil-manggil nama para pria yang akan dihukum. Isak tangisnya menusuk hati siapa pun yang melihat.
Raja, yang mendengar keributan itu, memerintahkan penjaga untuk membawanya menghadap. Dengan air mata yang belum juga reda, sang wanita berdiri di hadapan raja.
“Apa hubunganmu dengan ketiga pria ini?” tanya sang raja dengan suara berat.
Wanita itu menggigit bibir, lalu menjawab lirih namun penuh luka, “Yang satu adalah anakku… yang satu lagi suamiku… dan yang satunya… saudaraku kandung.”
Raja terdiam sejenak, lalu bertanya lagi, “Apakah kau mencintai mereka semua?”
“Tentu, Tuanku…” jawabnya. “Mereka adalah orang-orang yang paling berharga dalam hidupku.”
Raja pun memberikan tawaran, “Kalau begitu, aku akan memberimu satu kesempatan. Pilih satu dari mereka untuk kuselamatkan. Yang lainnya akan tetap menjalani hukumannya.”
Suasana tiba-tiba menjadi sangat hening. Para penjaga pun menunduk, seolah tak sanggup mendengar keputusan yang harus dibuat wanita itu.
Namun dengan suara gemetar namun pasti, wanita itu berkata, “Selamatkanlah… saudaraku.”
Semua yang hadir terkejut. Bahkan raja pun menatap wanita itu dengan dahi mengernyit.
“Kenapa kau memilih saudaramu? Mengapa bukan anakmu? Atau suamimu?” tanya raja dengan nada tak percaya.
Perempuan itu menatap lurus ke mata raja, lalu berkata dengan suara yang mulai bergetar:
“Jika suamiku meninggal… aku masih bisa menikah lagi.
Jika anakku pergi… aku masih bisa melahirkan anak lain.
Tapi jika saudaraku kandung meninggal… aku tidak akan pernah bisa memilikinya kembali.
Karena orang tua kami sudah tiada. Dia satu-satunya darah daging yang tersisa.”
Ucapan itu menyentak hati sang raja. Ia terdiam. Seolah disiram air es, pikirannya dibuka oleh kebenaran yang sederhana namun dalam. Tak ada pengganti untuk seorang saudara kandung—ikatan darah yang lahir dari rahim dan tulang yang sama.
Setelah berpikir beberapa saat, raja pun berdiri dan berkata lantang:
“Perkataanmu menyentuh hatiku. Pemikiranmu penuh kebijaksanaan dan kasih sayang yang tulus. Maka hari ini, aku akan membebaskan ketiganya! Anakmu, suamimu, dan saudaramu akan pulang bersamamu.”
Teriakan lega dan isak tangis kembali pecah. Kali ini bukan karena duka, tapi karena bahagia yang luar biasa.
Pelajaran dari Kisah Ini
Zaman dulu, saudara kandung adalah harta yang tak tergantikan. Namun kini... banyak yang rela memutuskan ikatan darah demi harta, kesombongan, dan ego.
Semoga kisah ini mengingatkan kita semua: Jangan sampai kita kehilangan satu-satunya hal yang tak bisa kita dapatkan kembali—seorang saudara kandung.