Ayat Tentang Kompetisi Dalam Kebaikan

Ayat Tentang Kompetisi Dalam Kebaikan


Manusia diciptakan oleh Allah Swt. dengan berbagai potensi yang dapat
berkembang dengan sangat luas. Selain itu, Allah juga memberikan nafsu kepada
manusia untuk mencapai kehidupan terbaik menurut keinginan manusia. Selain
mendorong manusia untuk maju, nafsu juga memengaruhi manusia tidak mau
kalah dari orang lain. Oleh karena itu, dalam kehidupan manusia, berkompetisi
untuk tidak kalah merupakan warna kehidupan sehari-hari.
Allah Swt. tidak menghalangi atau melarang manusia untuk berkompetisi.
Meskipun begitu, Allah Swt. memberikan petunjuk-Nya terhadap kompetisi yang
diridai-Nya. Bagaimanakah kompetisi yang diridai Allah Swt.? Inilah yang akan
kita bahas dalam bab ini dengan materi Surah al-Baqarah [2] ayat 148 dan Fa -t.ir
[35]: 32.
armaila.com - Ayat Tentang Kompetisi Dalam Kebaikan

Surah Al-Baqarah [2] Ayat 148 tentang Anjuran Berlomba dalam Kebaikan

Wa likulliw wijhatun huwa muwalli -ha - fastabiqul-khaira -t(i), aina ma - taku -nu -
ya’ti bikumulla -hu jami -'a -(n), innalla -ha 'ala - kulli syai’in qadi -r(un).
Artinya: Dan setiap umat mempunyai kiblat yang dia menghadap kepadanya.
Maka berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan. Di mana saja kamu
berada, pasti Allah akan mengumpulkan kamu semuanya. Sungguh, Allah
Mahakuasa atas segala sesuatu. (Q.S. al-Baqarah [2]: 148)

Isi Kandungan Surah Al-Baqarah [2] Ayat 148

Ayat ini turun terkait dengan perdebatan antara Rasulullah saw.
dan kaum muslimin dengan orang-orang Yahudi. Saat itu Rasulullah saw.
telah berhijrah dan berada di Madinah. Perdebatan ini merupakan reaksi
kaum Yahudi yang merasa semakin tersisih dari dominasi mereka yang
telah berlangsung lama atas Madinah. Seperti diketahui bahwa di
Madinah waktu itu, terdapat tiga kelompok utama, yaitu orang-orang
Arab Madinah asli yang memeluk Islam atau kaum Ansar, orang Mekah
yang berhijrah ke Madinah atau kaum Muhajirin, dan orang-orang
Yahudi yang menguasai perekonomian Madinah.
Setelah Rasulullah saw. datang, dominasi kekuasaan di Madinah
bergeser dari orang-orang Yahudi kepada Rasulullah saw. Hal ini
menyebabkan orang-orang Yahudi tidak suka. Ketidaksukaan inilah yang
menyebabkan mereka berusaha mengecilkan dan merendahkan
kedudukan Rasulullah saw. di hadapan masyarakat. Salah satu yang
mereka lakukan adalah menyatakan bahwa agama Islam hanya agama
yang mengekor pada aturan agama mereka. Pernyataan ini dibuktikan
dengan perintah Allah Swt. kepada Rasulullah saw. untuk menghadap
ke arah Baitul Makdis saat melaksanakan salat.
Perdebatan tersebut dijawab Allah Swt. dengan firman-Nya bahwa
kebenaran adalah dari Allah Swt. semata. Dalam Surah al-Baqarah [2]
ayat ke-148 ini Allah menyatakan bahwa setiap umat memiliki kiblatnya
masing-masing. Artinya, setiap kelompok keyakinan memiliki arah kiblat
penyembahan mereka masing-masing. Orang Yahudi memiliki Baitul
Makdis yang dibangun oleh Nabi Sulaiman a.s. Umat Islam memiliki
Kakbah di Masjidilharam sebagai kiblat. Demikian juga para penyembah
berhala yang beribadah dengan menghadap berhala yang mereka
sembah.
Terkait dengan perselisihan kaum muslimin dan orang-orang Yahudi,
Allah Swt. menyatakan bahwa setiap kelompok tidak perlu saling
menjelekkan sebagaimana telah dilakukan oleh orang-orang Yahudi
terhadap kaum muslimin. Kaum muslimin juga tidak perlu menanggapi
cemoohan yang dilakukan orang Yahudi.
Hal terbaik yang harus dilakukan setiap kelompok adalah berlomba
dalam kebaikan. Para ahli tafsir memberikan beberapa versi tafsir atas
maksud kebaikan dalam ayat ini. Sebagian mufasir menyatakan bahwa
kebaikan dalam ayat tersebut adalah amal saleh. Dengan demikian, secara
tidak langsung Allah menyatakan bahwa daripada saling mencemooh,
lebih baik bagi tiap-tiap kelompok berlomba-lomba dalam kebaikan dan
melaksanakan amal saleh sebanyak mungkin. Amal saleh yang dilakukan
tidak akan sia-sia karena Allah akan mengumpulkan amal saleh yang
kita lakukan pada hari akhir nanti. (Hamka. 2004: halaman 18

Sebagian mufasir yang lain berpendapat bahwa maksud kebaikan
pada ayat tersebut adalah bersegera menganut agama Islam dengan
mengakui Allah Swt. sebagai Tuhan dan Muhammad saw. sebagai utusanNya. Dengan penafsiran ini, Allah Swt. hendak menyatakan bahwa
daripada mencemooh umat Islam yang dianggapnya meniru cara ibadah
Yahudi, lebih baik bagi orang-orang Yahudi segera memeluk agama Islam.
Dengan demikian, mereka akan selamat saat Allah Swt. mengumpulkan
setiap manusia nanti di akhirat. Dengan memeluk agama Islam mereka
akan terselamatkan dari api neraka.
Terlepas dari penafsiran yang ada, sebagai umat Islam, kita dapat
mengambil pelajaran dari ayat ini. Pelajaran yang dapat kita ambil antara
lain sebagai berikut.
a. Pada setiap umat terdapat
kiblat masing-masing. Adapun kiblat bagi umat Islam
adalah Kakbah yang didirikan oleh Nabi Ibrahim dan
Ismail dari fondasi yang telah
ada sebelumnya.
b. Daripada berdebat, lebih baik
bagi setiap orang untuk memeluk Islam dan beramal
saleh dengan tuntunan yang
diberikan oleh Allah Swt. dan
rasul-Nya saw. Beramal saleh
dalam ajaran Islam, akan
diterima di sisi Allah Swt. jika
dilakukan dengan beberapa
syarat sebagai berikut.
1) Dilakukan oleh seorang muslim. Orang yang tidak beragama
Islam, sebagus apa pun amal yang dilakukan tidak akan diterima
oleh Allah Swt. karena keadaan yang paling dasar, yaitu
beragama Islam, tidak terpenuhi.
2) Dilakukan dengan ikhlas semata karena Allah Swt. Keikhlasan
merupakan sesuatu yang berharga. Keikhlasan akan menentukan
suatu amal mendapat nilai di sisi Allah Swt.
3) Dilakukan dengan cara yang telah dituntunkan oleh Allah Swt.
melalui Rasulullah saw.
4) Dilakukan dengan sarana prasarana yang halal dan baik.

c. Setiap orang akan dikumpulkan oleh Allah Swt. nanti di akhirat. Pada
saat itu setiap orang akan dibangkitkan dari kematiannya untuk
mempertanggungjawabkan perbuatan yang telah dilakukannya.
d. Pengumpulan itu pasti akan terjadi karena Allah Mahakuasa untuk
melakukan hal tersebut.

Tafsir Makna Kata ”Umat”

Imam Abul Hasan Ali bin Ahmad dalam kitabnya Tafsi -r al-Muni -r li Ma‘a -lim at-Tanzi -l,
menyatakan bahwa yang dimaksud tiap-tiap umat dalam ayat ini bukan hanya terbatas
pada manusia, melainkan meliputi juga para malaikat di langit. Beliau menyebutkan bahwa
para malaikat pun juga memiliki kiblat tempat mereka menghadap saat beribadah kepada
Allah.
Para malaikat Muqarrabu -n menjadikan ‘Arasy Allah Azza wa Jalla sebagai kiblat.
Malaikat Ruhaniyyu -n menjadikan kursi Allah sebagai kiblat. Kiblat malaikat Kurabiyyu -n
adalah Baitul Makmur. Adapun dari kalangan manusia, penggunaan arah kiblat dimulai
oleh Nabi Ibrahim yang membangun (baca: meninggikan) bangunan Kakbah dari fondasinya
dan menjadikannya tempat beribadah bagi kaumnya. Kakbah digunakan juga oleh kaumkaum sesudah Nabi Ibrahim hingga tiba masa Bani Israel yang menjadikan Baitul Makdis
yang dibangun oleh Nabi Sulaiman sebagai arah ibadah. Pada masa Nabi Muhammad,
arah kiblat pun kembali berganti ke arah Kakbah di Masjidilharam.
Selain agama-agama samawi, banyak sistem kepercayaan lain yang dibangun oleh
manusia juga menggunakan arah kiblat mereka masing-masing, seperti Ratu Saba dan
rakyatnya, rakyat Jepang berkiblat ke arah timur sebagai penghormatan kepada Dewa
Matahari yang mereka sembah, dan banyak kaum beragama ard
.
i (agama bumi) lainnya.

Ayat di depan memerintahkan kita untuk saling berlomba dalam kebaikan. Sebagai
latihan untuk melaksanakan perintah ayat tersebut, Anda diajak untuk berlomba
mengkhatamkan Al-Qur’an bersama teman kelompok Anda. Buatlah kelompok yang terdiri
atas lima hingga enam siswa dan berlombalah untuk mengkhatamkannya.
Lomba ini tidak ditujukan untuk mengetahui siapa yang paling cepat membaca, tetapi
untuk saling memberi semangat agar tidak kalah rajin dalam beribadah kepada Allah Swt.
Jangan lupa perbarui selalu niat bahwa kegiatan ini ditujukan semata untuk Allah Swt.
Oleh karena untuk Allah Swt. maka tidak boleh ada sombong bagi Anda yang lebih cepat
membaca atau lebih bagus bacaannya. Ketulusan niat ini juga berarti jika ada teman yang
merasa kesulitan membaca Al-Qur’an harus dibantu dan diajari dengan sebaik mungkin.
Kegiatan ini merupakan latihan yang dapat Anda terapkan dalam semua bentuk ibadah
kepada Allah Swt. Oleh karena itu, Anda dapat mengembangkan pola saling memberikan
dorongan untuk beribadah ini untuk ibadah selain membaca Al-Qur’an. Satu hal yang penting
adalah jagalah hati agar tidak tergelincir dalam perlombaan yang tidak sehat hingga menjadi
ajang permusuhan dan dosa.
Selamat berlomba menjemput surga.

Surah Fa -thir [35] Ayat 32 tentang Keuntungan Orang yang Lebih Dahulu Berbuat Kebaikan

Artinya: Kemudian kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih
di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menzalimi
diri sendiri, ada yang pertengahan dan ada (pula) yang lebih dahulu
berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia
yang besar. (Q.S. Fa -t.ir [35]: 32)

Isi Kandungan Surah Fa -t .ir [35] Ayat 32

Ayat ini diawali dengan keagungan Allah Swt. yang telah
menciptakan alam semesta berikut isinya. Allah Swt. pula yang telah
merawat dan mengelolanya sehingga masing-masing dapat berjalan
dengan seimbang dan harmonis. Pada ayat berikutnya, Allah
mengingatkan manusia tentang setan dan kesesatan yang disebabkannya.
Dengan peringatan tersebut, manusia diharapkan dapat bersikap dengan
benar agar tidak tersesat dari jalan Allah Swt. yang lurus.
Pada ayat ini Allah Swt. menyatakan bahwa semua yang diwahyukan
Allah Swt. berupa kitab Al-Qur’an adalah kebenaran yang akan menuntun
kehidupan manusia di jalan menuju Allah Swt. Kitab Al-Qur’an tersebut
juga membenarkan kitab-kitab yang datang terdahulu. Tentu saja kitabkitab yang isinya belum diubah oleh tangan-tangan jahat manusia. Setelah
menyatakan kebenaran wahyu yang diterima oleh Muhammad saw.,
Allah menyatakan hal penting dalam ayat ini.
Hal penting dalam ayat ini bahwa kebenaran Al-Qur’an diwariskan
kepada hamba-hamba Allah Swt. yang terpilih. Sebagian mufasir
menyatakan bahwa orang-orang yang terpilih adalah sebagian orang dari
umat Muhammad saw. yang dipilih untuk menerima hidayah Islam dan
iman.
Penafsiran ini didasarkan pada ayat sebelumnya yang menyatakan
tentang kitab yang diberikan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad saw.
Jika Allah Swt. memberikan kitab kepada Muhammad dan mewariskan
kepada hamba-Nya yang terpilih, tentu kepada orang-orang yang datang
sesudahnya. Dengan demikian, maksud pewaris Al-Qur’an adalah hamba
yang terpilih itu berasal dari sebagian dari umat Muhammad saw. karena
umat Muhammad yang lain tidak terpilih untuk mewarisi Al-Qur’an.
Dengan alur pemikiran ini, orang-orang yang terpilih tentu orang yang
menerima hidayah Islam dan iman dari Allah Swt. Satu hal yang patut
digarisbawahi adalah kenyataan bahwa faktor terpilihnya seseorang
menjadi pewaris Al-Qur’an bukan karena kehebatan seseorang sehingga
pantas bersombong, melainkan anugerah dari Allah Swt.
Setelah menyatakan pewarisan itu, Allah menguraikan tiga kelompok
orang-orang terpilih tersebut. Ketiga kelompok itu adalah orang yang
menzalimi diri sendiri, muqtas .id, dan sa -biq bil khaira -t. Pembagian
kelompok tersebut dilihat dari tanggapan mereka dalam mengamalkan
Al-Qur’an.
Kelompok pertama adalah za -limul linafsihi atau orang yang menzalimi
diri mereka sendiri. Kelompok ini adalah kelompok orang-orang yang
menerima Al-Qur’an, tetapi sering mengabaikan perintah dan larangan
yang diajarkan dalam Al-Qur’an. Mereka dipandang sebagai orang yang
menzalimi diri sendiri karena mereka memiliki waktu, tetapi tidak
digunakan untuk beribadah kepada Allah Swt. Mereka mendapatkan
petunjuk dan nikmat iman serta Islam, tetapi tidak menindaklanjutinya
dengan amal saleh. Kelompok ini dianggap menzalimi diri sendiri karena
memang ibadah dan amal saleh yang dilakukan seseorang pada hakikatnya
bukanlah untuk Allah Swt. melainkan untuk diri orang itu sendiri.
Semakin banyak amal saleh yang dilakukan oleh manusia, semakin besar
pula nikmat yang diterimanya di akhirat nanti. Demikian pula sebaliknya.
Oleh karena itu, saat seseorang memiliki kesempatan, tetapi tidak
dipergunakannya ia dianggap sebagai orang yang menzalimi dirinya
sendiri.
Muqtasid adalah sebutan untuk kelompok kedua. Mereka adalah
kelompok orang yang bertindak sama besar antara menaati Allah dan
mengabaikan-Nya. Kelompok ini menaati Allah sebanyak kemaksiatan
yang mereka lakukan. Oleh karena itu, kelompok ini disebut sebagai
muqtasid atau orang-orang di pertengahan. Adapun kelompok ketiga
adalah orang-orang yang bersegera, bahkan berlomba dalam kebaikan.
Kelompok ketiga ini adalah
orang-orang dengan memiliki
keimanan yang benar. Mereka
membenarkan Allah Swt. dan
membuktikan kebenaran iman
mereka dengan tindakan nyata
berupa amal saleh yang sungguhsungguh. Mereka segera berbuat
kebaikan dan ketaatan kepada
Allah. Perintah yang mereka
dengar segera mereka laksanakan. Salah satu contohnya adalah
para wanita muslimat pada awal
Islam. Saat mendengar ayat yang
memerintahkan para wanita
menutup aurat dan mengulurkan
jilbab ke dada, mereka segera
mencari kain penutup aurat itu.
Saat seorang sahabiyah tidak
menemukan sesuatu pun untuk
menutup dan hanya satu kerai
pembatas ruang yang tersedia, ia
kemudian mencopot kerai itu dan
menggunakannya sebagai jilbab.
Orang-orang ini tidak mau kalah dalam kebaikan. Mereka saling
berlomba untuk berbuat baik dan tidak pernah meniatkannya untuk
bersaing guna meraih simpati masyarakat. Mereka berlomba semata karena
tidak mau kalah dengan orang lain dalam ketaatan kepada Allah dan
untuk mencapai rida-Nya. Untuk orang-orang kelompok ketiga inilah
Allah Swt. menyediakan karunia yang besar berupa surga.
Dari ketiga kelompok tersebut kita dapat mengambil pelajaran bahwa
iman dan Islam yang kita miliki saat ini adalah karunia dan kesempatan
yang diberikan Allah Swt. kepada kita. Ini berarti kita telah dipilih oleh
Allah Swt. untuk mewarisi Al-Qur’an. Selanjutnya, semua terserah kita
untuk memilih.

Seperti kita ketahui bahwa umat manusia telah terentang sejak masa Nabi Adam a.s.
hingga masa kita saat ini. Dalam rentang masa yang panjang itu, Allah Swt. mengirimkan
para utusan-Nya. Untuk memudahkan penyebutan kelompok-kelompok manusia pada setiap
zaman dibagi dengan sebutan menurut nama para utusan yang dikirimkan kepada mereka.
Misalnya, kaum yang kepadanya diutus Nabi Musa a.s. disebut sebagai umat Nabi Musa.
Umat yang diutus kepada mereka Nabi Nuh, disebut sebagai umat Nabi Nuh. Demikian
pula, kaum yang Rasulullah Muhammad saw. diutus kepada mereka disebut sebagai umat
Muhammad. Umat Muhammad merupakan umat terbanyak karena terentang sejak masa
Nabi Muhammad saw. diutus hingga akhir zaman kelak. Wilayahnya pun tidak terbatas di
tempat tertentu, tetapi kepada manusia di seluruh penjuru bumi ini.

Menjadi orang yang lebih baik bukanlah sesuatu yang sangat sulit. Dengan
memperhatikan perintah Allah beserta larangannya, kita dapat mengetahui mana yang
boleh dan mana yang tidak boleh kita lakukan. Dengan begitu kita dapat melaksanakan
perintah Allah dan menjauhi larangannya. Untuk memudahkan pelaksanaannya, kita harus
berusaha membiasakan diri melaksakan semua perintah Allah dan rasul-Nya.
Sebagai pembiasaan diri, laksanakanlah beberapa perintah Allah di bawah ini dengan
konsekuen.
1. Melaksanakan salat lima waktu dengan baik.
2. Berbuat baik kepada sesama.
3. Senantiasa menjaga kejujuran diri, baik dalam perkataan maupun perbuatan.
4. Senantiasa berkarya untuk kebaikan bersama.
5. Tidak mau kalah dari orang lain dalam berbuat baik.

1. Surah al-Baqarah [2] ayat 148 menyatakan bahwa setiap umat memiliki kiblat masingmasing. Hal terbaik yang dapat dilakukan adalah saling berlomba melakukan kebaikan.
2. Saling mengklaim keunggulan diri dan kelompok tidaklah membawa manfaat tanpa
adanya amal saleh.
3. Surah Fa -t
.
ir [35] ayat 32 menyatakan bahwa Allah akan memberikan kitab-Nya kepada
umat yang telah dipilihnya. Di antara umat tersebut ada yang menganiaya diri sendiri
dengan tidak mengindahkan ajaran Allah, ada yang berada di pertengahan antara taat
dan ingkar, serta ada pula yang bersegera melaksanakan perintah Allah.
4. Di antara ketiga reaksi penerimaan tersebut, orang-orang yang bersegera berbuat
baiklah yang akan mendapatkan karunia Allah yang nyata.
5. Kita harus memperbanyak berbuat baik sebagai wujud penghayatan dan pengamalan
kedua surah yang telah kita pelajari.

Ada kalanya kita merasa lebih hebat dari orang lain. Kadang pula kita merasa lebih
benar dengan ijtihad yang kita lakukan. Aku benar dan Anda salah. Aku benar dan Anda
bid’ah. Klaim seperti ini saat ini mungkin sering kita dengar. Ayat yang kita pelajari pada
bab ini mengingatkan kita bahwa klaim-klaim seperti itu tidaklah banyak bermanfaat dan
bukanlah sesuatu yang baik.
Kebaikan yang sebenarnya adalah saat kita berbuat baik kepada Allah dan kepada
siapapun dalam aturan yang telah Allah turunkan kepada kita. Kebaikan bukan saat kita
saling mengklaim kebenaran sambil menuding orang lain bersalah, melainkan saat kita
berlomba untuk berbuat baik. Inilah kebaikan yang sebenarnya.


Mau support lewat mana?

Terbantu dengan artikel ini? Ayo balas dengan Support Kami. Tekan tombol merah!

Posting Komentar

© ARMAILA.com. All rights reserved. Developed by Saifullah.id